Kamis, 24 Juni 2010

Jakarta Cermin Pemilih Yang Kritis

KOMPAS.com - Sebagai ibu kota negara, Jakarta memiliki segudang kelebihan dibandingkan dengan daerah lain. Kota metropolitan ini memiliki fasilitas dan akses ekonomi yang relatif lebih baik. Tidak mengherankan jika orang berduyun-duyun ke Jakarta untuk mencari rezeki dan memadati setiap jengkal tanah di sana.

Padatnya penduduk Jakarta ternyata dipandang sebagai hal yang positif bagi partai politik. Di sanalah potensi pemilih terlihat nyata. Sekitar tujuh jutaan pemilih ada di sana. Oleh karena itu, kota ini sudah barang tentu menjadi primadona parpol-parpol yang bertarung untuk meraih konstituen sebanyak-banyaknya di setiap pemilihan umum.

Kultur perkotaan yang berkembang yang ditandai dengan akses informasi dan tingkat pendidikan penduduknya yang lebih baik membuat karakter masyarakatnya pun lebih pragmatis dalam menentukan pilihan politiknya. Oleh karena itu, sulit memprediksi partai yang akan menjadi pemenang dalam setiap pemilu di wilayah tersebut. Setiap pemilu, partai yang dipilih mayoritas warganya selalu berubah.

Sikap warga Jakarta ini dapat dilihat dari hasil perolehan suara beberapa pemilu sebelumnya. Pada pemilu 1999, misalnya, tiba-tiba saja Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) berhasil menguasai pemilu dengan meraih 39,4 persen suara. Lalu disusul oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan meraih 17,2 persen. Partai Golkar yang sebelumnya menguasai perolehan suara di wilayah ibu kota meraih rangking ketiga dengan 10,3 persen suara. Ini menunjukkan pilihan politik masyarakat Jakarta bukanlah kristalisasi ideologi, tetapi lebih pada kepentingan mereka saat itu.

Menurut Ketua Center for Information and Development Studies (Cides) Umar Juoro, pilihan politik masyarakat Jakarta sangat dinamis. Jika melihat sejarah setiap pemilu di wilayah ini, warna partai pemenang pemilu sangat berbeda-beda.

Ini menunjukkan bahwa Jakarta merupakan representasi daerah urban yang masyarakatnya memiliki karakter khas. Masyarakatnya bersifat lebih terbuka terhadap informasi dan lebih kritis, yakni dalam arti apakah kepuasan mereka terpenuhi baik oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Selain itu, masyarakat Jakarta “kurang” loyal pada pegangan pilihan partai tertentu dibanding masyarakat pedesaan sehingga mereka bisa saja berubah dari satu partai ke partai lain.

Sebagai masyarakat dengan agregasi sosial ekonomi yang sangat mencolok, masyarakat Jakarta lebih dimotori oleh kepentingan sosial ekonomi mereka dalam menentukan pilihan politiknya daripada ideologi. Maka, tidak mengherankan jika kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia ini menjadi sebuah pertaruhan politik bagi parpol pada setiap pemilu.

Pada Pemilu 1955, partai Islam cukup mendominasi hasil pemilu di Jakarta. Dengan pemilih sebesar satu juta orang untuk memperebutkan lima kursi DPRD, dua kursi diambil oleh Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi), satu oleh Partai Nasionalis Indonesia (PNI), Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Di tingkat nasional, PNI menjadi pemenang pemilu, tetapi di Jakarta Masyumi mendapat 26,1 persen dan PNI hanya 19,8 persen suara. Untuk seterusnya, partai Islam selalu mendapat tempat di DKI Jakarta.

Partai pemenang berubah setelah Orde Baru berkuasa. Golkar sebagai mesin politik penguasa saat itu dapat dikatakan sebagai ”penguasa” Jakarta. Akan tetapi, Jakarta tetaplah kota dengan banyaknya kepentingan yang dilandasi sikap terbuka. Saat Orde Baru, di mana pengawasan pemerintah saat itu masih ketat, PPP pernah memenangi pemilu di Jakarta.

Lebih mengejutkan lagi adalah perolehan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), partai ini berhasil memenangkan pemilu pada tahun 2004. Meskipun corak haluannya sebagai partai Islam, tetapi ”wajah” yang ditampilkan sangat berbeda dengan partai Islam lainnya.

”Perpindahan pilihan parpol ini tentunya sangat situasional, tergantung kepentingan pragmatis semata. Jika pada Orde Baru PPP menang, itu merupakan perlawanan terhadap penguasa saat itu. Demikian pula, PDI-P yang menang sesudahnya, lebih disebabkan kekecewaan pada Golkar sebagai pemenang Pemilu 1997,” urai Umar Juaro.

Namun, yang terjadi kemudian adalah kekecewaan rakyat kepada PDI-P yang dianggap tidak memenuhi janji kepada konstituen. Akibatnya, orientasi masyarakat mulai melirik partai lain yang dianggap menjanjikan. Lalu, PKS-lah yang berhasil memenangkan pemilu di Jakarta pada Pemilu 2004. Saat itu, PKS memperoleh 1 juta suara dari 4,5 juta pemilih di Jakarta.

Fenomena ini menunjukkan bahwa pragmatisme politik masyarakat Jakarta yang terjadi tidak hanya pada kalangan masyarakat bawah, tetapi juga kelompok elite, seperti warga keturunan. Meski tidak memilih partai Islam, mereka akan bermain di PDI-P atau Golkar saja.

Secara terbuka Adang Ruchyatna, Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDI-P DKI Jakarta, mengakui bahwa partai berlambang banteng ini melupakan wong cilik yang merupakan konstituen ideologis mereka setelah kemenangan tahun 1999. ”Hingga akhirnya kami ditinggalkan,” ungkap Adang.

Setelah kekalahan tahun 2004, PDI-P memulai pendekatan baru ke masyarakat dengan mendatangi langsung masyarakatnya, bahkan lebih dari 200 titik di Jakarta, ”Kami tidak segan meminta maaf kepada konstituen kami yang merasa ditinggalkan oleh PDI-P,” lanjut Adang.

Menyadari akan hal itu, sejak pertengahan tahun 2005 PDI-P bahkan membangun sebuah Pusat Pendidikan dan Pelatihan di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Di sana, masyarakat dari berbagai elemen mendapat pelatihan seperti perbengkelan, pertanian, peternakan bahkan industri tahu dan tempe.

Menurut Abidin Fikri yang bekerja di sana, hingga saat ini sudah ada 74 angkatan atau sekitar 6.000 orang yang dilatih karena setiap angkatan biasanya lebih dari 100 orang.

Itulah sebabnya, partai-partai mulai sadar dalam meraih simpati warga Jakarta. Hal senada juga diungkapkan Dedi Supriadi, staf ahli PKS yang sering kali melakukan riset popularitas partai sekaligus melihat kebutuhan masyarakat di ibu kota. Berdasarkan riset internal partai tahun 2003 diketahui bahwa masyarakat membutuhkan pemimpin yang bersih dari korupsi dan memiliki kepedulian kepada masyarakat. Maka, slogan yang dipakai menjelang pemilu tahun 2004 adalah ”Bersih, Peduli”. Namun, Dedi tidak menampik bahwa peran media massa menjelang pemilu sangat besar mendongkrak popularitas partai ini. ”Yang sulit bagi kami adalah memprediksi kelompok ”swing voters” yang lebih dari 26 persen di Jakarta,” ujar Dedi.

Dari riset pula diketahui bahwa persoalan Jakarta bagi warganya adalah banjir, pengangguran, keindahan kota serta kemiskinan, maka slogan untuk memenangkan pemilihan gubernur tahun 2007 adalah ”Ayo Benahi Jakarta”. Maka, hasilnya sangat mengejutkan, PKS yang mengusung Adang Dorodjatun tanpa berkoalisi mampu memperoleh hasil 42,1 persen suara.

Sementara itu pasangan Fauzi Bowo-Priyanto memenangkan pemilihan gubernur tersebut dengan perolehan suara 57,8 persen dengan didukung oleh 19 partai politik saat itu. Ini menunjukkan mesin politik PKS bekerja secara luar biasa dan layak diperhitungkan oleh parpol lainnya di negeri ini, khususnya di wilayah ibu kota.

(UMI KULSUM/Litbang Kompas)
http://pks-jatim.org/v2/?p=1354

Rabu, 16 Desember 2009

SEJUMLAH ORMAS TOLAK SOEHARTO

Jakarta, KdP(6/1) Sejumlah aktivis pro demokrasi dari berbagai organisasi massa
(ormas)secara bersama-sama membuat pernyataan. Inti dari pernyataan -- walau
secara implisit -- adalah menolak pencalonan kembali Soeharto sebagai
presiden RI 1998-2003. Tak hanya itu para aktivis juga menuntut
pertanggung jawaban politik dan hukum terhadap Presiden Soeharto atas
kebijakan yang selama ini dijalankan. Beberapa penanda-tangannya adalah
kaum muda dari beberapa organisasi seperti, Syaiful Bahri Anshori (Ketua
Umum PB PMII), A. Baskara (Sekjen GMNI), Emanuel Migo (Sekjen PMKRI),
Edward Tanari (Ketua Umum GMKI), Mulyana W. Kusumah (Sekjen KIPP), BY.
Widyankristyoko (Ketua Harian PIJAR Indonesia).
Pembacaan pernyataan ini dilakukan pada jumpa pers yang di gelar di
markas GMNI, Wisma Marinda, Jakarta Pusat, Senin (5/1). Tersiar kabar
para penandatangan akan membawa pernyataannya ke DPR. Namun demikian belum
diketahui kapan persisnya mereka akan bertandang ke gedung legislatif.
Di bawah ini adalah salinan lengkap pernyataan bersama yang ditanda
tangani 23 orang.***

------------------------------------------------------------------------

MENUJU PERBAIKAN KEHIDUPAN KEBANGSAAN

Kehidupan kebangsaan dewasa ini meminta perhatian dan penyelesaian
secara serius dari seluruh rakyat Indonesia. Sejarah dunia terus bergerak
dengan logika kemajuan, meninggalkan sikap konservatif dan orientasi status
quo. Pembangunan selama ini memang cukup berarti bagi perkembangan
kenegaraan. Dengan pembangunan, rakyat dapat menikmati berbagai kemajuan dunia,
sebagai mana laporan resmi pemerintah. Namun harus diakui, seiring dengan
kemajuan yang dicapai pembangunan juga menyimpan kekurangan. Kehidupan budi luhur
bangsa tersisihkan oleh kepentingan material. Rasa senasib sepenanggungan
dalam hidup bersama sebagai roh kebangsaan mengalami erosi sampai
tingkat yang mengkhawatirkan. Rakyat makin hari merasa terhimpit beban untuk
sekedar menyambung hidup.

Sementara itu perekonomian nasional sebagai produk utama pembangunan
selama ini mengalami kegoncangan. Krisis moneter yang menjatuhkan nilai rupiah
berdampak panjang bagi kehidupan kebangsaan. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa kebijakan pembangunan nasional yang dijalankan selama ini menjauh
dari cita-cita luhur didirikannya negara Republik Indonesia. Oleh karena
itu, penyelenggara negara yang merupakan pengemban amanat rakyat sudah
seharusnya memberikan pertanggung jawaban politik dan hukum terhadap
kebijakan yang selama ini dijalankan.

Dalam menghadapi persoalan kebangsaan kita saat ini diperlukan kerjasama
semua kekuatan bangsa. Kondisi semacam ini menantang kearifan,
kecerdasan dan ketepatan kita sebagai bangsa dalam bertindak. Tantangan ini tidak
mungkin dapat diatasi oleh seseorang maupun kelompok yang paling kuat
sekalipun. Untuk menghimpun kerjasama dimaksud diperlukan hadirnya
pemimpin nasional baru yang mempunyai integritas, sehat dan dinamis. Oleh karena
itulah kami mengajak seluruh rakyat Indonesia menemukan dan mendorong
hadirnya pemimpin nasional baru melalui proses yang terbuka , kompetitif
dan demokratis.

Pemimpin nasional baru yang diperlukan oleh tantangan kebangsaan kita
adalah yang mampu menjalankan tugas untuk :
1. Melakukan pembaruan politik ke aras kehidupan yang lebih demokratis.
2. Memperbaiki kehidupan perekonomian yang berwatak kerakyatan demi
terwujudnya masyarakat sejahtera makmur berkeadilan.
3. Menciptakan pemerintahan yang bersih.
4. Menegakkan negara hukum.
5. Mengembalikan kehidupan budi luhur bangsa.
6. Memperkokoh persatuan dan kesatuan.
7. Mengembangkan jiwa dan semangat nasionalisme.

Demikian pokok-pokok pikiran ini disampaikan sebagai resolusi untuk
kepentingan seluruh rakyat Indonesia dan semoga Tuhan YME memberikan
kekuatan bagi kita semua untuk mewujudkannya.

Jakarta, 5 januari 1998

1. Abidin Fikri (FKPI/GMNI)
2. Standar Kiaa (KIPP Indonesia)
3. Nyoman Parta (FKPI/KMHDI)
4. Desmond J. Mahesa (LBHN)
5. Viktus Murin (FKPI/GMNI)
6. Yayat H. Wahyanika (FKGMNU)
7. A. Baskara (FKPI/GMNI)
8. Muctar Sindang (KIPP)
9. Dharmana (FKPI/KMHDI)
10. Suktonul Huda (FKPI/PMII)
11. Safira Machrusah (FKPI/IPPNU)
12. Syaiful Bahri Anshori (FKPI/PB PMII)
13. Ahmad Rofik (PB PMII)
14. Nor Hikmah (KNPD)
15. Mulyana W. Kusumah (KIPP)
16. Emanuel Migo (FKPI)
17. Edward tanari (FKPI)
18. Yusmic (FKPI)
19. B.Y. Widyankristyoko (PIJAR Indonesia)
20. Kuldip Singh (PIJAR Indonesia)
21. Widhi Wahyuwidodo (PUSPIPAM)
22. Agam Indrapura (PUSPIPAM)
23. Sutjipto (Pemuda Demokrat)

Sumber: Kabar Dari Pijar//Tue Jan 06 1998 - 18:22:00 EST

Fatwa MUI Dinilai Potensial Munculkan Konflik

Jakarta -- Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang mengharamkan pluralisme, liberalisme, dan sekularisme terus menuai kritik. Bahkan muncul permintaan agar MUI memikirkan kembali fatwa haram tersebut. "Fatwa itu berpotensi menyulut konflik," kata Rektor Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra di Jakarta kemarin.

Konflik, kata Azra, bukan hanya antarumat beragama, tapi juga intraagama. "Dalam hal ini adalah Islam," tuturnya. Hal senada diungkapkan praktisi hukum Todung Mulya Lubis. "Saya cemas fatwa tersebut bisa memicu disintegrasi," kata Todung. Apalagi fatwa itu juga menimbulkan kerancuan hukum dalam masyarakat.

Menurut Azra, fatwa MUI itu tidak sesuai dengan prinsip Islam, yakni toleransi. Fatwa itu juga tidak sesuai dengan tiga prinsip dakwah, yakni diseru dengan hikmah, pengajaran yang baik, dan dialog. "Ketiga prinsip dakwah ini tidak dijalankan MUI," kata dia.

Tentang fatwa haramnya doa bersama juga mendapat tanggapan dari Kaukus Muda PDI Perjuangan. "Fatwa itu tidak mengikat, hanya saran," kata Ketua Kaukus Abidin Fikri. Namun, jika ada pihak yang memanfaatkan fatwa itu untuk membubarkan acara doa bersama, "Kami siap melakukan perlawanan hukum," katanya.

Ketua PB NU Farid Masdar Mas'udi menyarankan, MUI mau memikirkan kembali fatwa haram untuk pluralisme, sekularisme, dan liberalisme. "Fatwa itu terasa melampaui yurisdiksi dan tidak lazim," katanya. Masdar khawatir fatwa ini bisa dimanfaatkan oleh mereka yang ketagihan melakukan kekerasan atas nama agama.

Ketua MUI Amidhan menegaskan bahwa pihaknya tidak mungkin mencabut 11 fatwa yang dihasilkan munas sepekan lalu. "Mau dicabut bagaimana, munasnya sudah bubar," kata dia. Menurut dia, fatwa MUI hanya saran kepada umat Islam. Jika ada pihak lain ikut menyayangkan, Amidhan justru balik bertanya, "Urusannya apa?"

Sumber: Koran Tempo/02 Aug 2005, RADEN RACHMADI | OKTAMANJAYA WIGUNA

MUI Didesak Cabut Fatwanya

Jakarta - Ketua Kaukus Muda PDI Perjuangan Abidin Fikri mendesak Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencabut fatwanya, khususnya yang berkaitan dengan masalah pluralisme, sekularisme dan liberalisme, karena dikhawatirkan dapat memicu meluasnya kekerasan yang mengatasnamakan agama.

"Dengan tidak mengurangi keinginan menghormati MUI kami menghimbau kiranya fatwa lembaga ini, khususnya yang berkaitan dengan pandangan pluralisme, sekularisme dan liberalisme dapat ditarik dahulu untuk dipikirkan kembali dengan kearifan dan kedalaman ilmiah sesuai dengan karakter sejati keulamaan," katanya di Jakarta, Senin (1/8).

Abidin khawatir fatwa MUI tersebut akan mengakibatkan semakin meluasnya kekerasan atas nama agama. Bagi kelompok yang selama ini kerap melakukan aksi kekerasan, fatwa tersebut dapat dijadikan sebagai pembenaran atas tindakan mereka.

"Mengeluarkan fatwa seperti itu sungguh-sungguh beresiko. Sangat dikhawatirkan itu akan dipakai oleh orang-orang yang sudah ketagihan dengan kekerasan untuk menjustifikasi tindakan mereka. Jika ini terjadi, sulit dihindari bahwa MUI telah menjadi inspirator tindakan-tindakan kekerasan itu," katanya.

Dikatakannya, fatwa soal pluralisme, sekularisme dan liberalisme tidak dapat dijadikan landasan bagi aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan kekerasan atas nama agama, karena pada prinsipnya negara adalah lembaga publik yang harus memerankan fungsi sebagai pelindung bagi semua orang.

"Jika memang MUI merasa berwenang dan bersikeras memfatwakan, kami kira itu terserah. Akan tetapi hal itu sama sekali tidak bisa dijadikan acuan oleh aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan kekerasan atas nama agama, karena satu prinsip negara adalah lembaga publik milik orang banyak," katanya.

Menurut Abidin, fatwa MUI yang semestinya harus memberikan patokan yang menyejukkan dalam menjalankan tuntutan Islam yang juga seharusnya diawali dengan kajian yang sangat mendalam. “MUI harus membuka diri terhadap segala pemikiran-pemikiran diluar wacana Islam, agar tidak bersifat emosional, apriori yang justru akan merugikan Islam itu sendiri,” terangnya.

Abidin berharap dalam hal ini, pemerintah jangan jangan hanya berpangku tangan, melainkan harus menindak dengan tegas agar elemen masyarakat yang mengatasnamakan Islam harus melakukan perbuatan diluar norma-norma hukum yang berlaku di Indonesia. (Kontributor: Ald/Tom)

Sumber: detikcom//Politics Tue, 02 Aug 2005 08:32:00 WIB

Panen Raya Perdana Padi Bibit-Rustri Pertegas Posisi Politik

BANYUMAS, PROGRESIF JAYA

Seperti yang pernah dilakukan di berbagai daerah sebelumnya, Kamis (24/4), PDI Perjuangan Kebumen, Jawa Tengah, melakukan panen raya perdana padi MSP di kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Acara panen raya perdana sekaligus sosialisasi pasangan Cagub/Cawagub Jateng yang diusung PDI Perjuangan itu akan dilaksanakan di Desa Seboro, Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen, pukul 11.00 WIB.

Hadir dalam acara panen raya perdana padi MSP itu calon Wakil Gubernur Jateng dari PDI Perjuangan Hj. Sri Rustriningsih beserta beberapa pengurus DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah, Ketua DPP PDI Perjuangan bidang Usaha Kecil dan Koperasi Mindo Sianipar serta anggota Fraksi PDI Perjuangan H. Marjono. Dari tim monitoring padi MSP dari DPP PDI Perjuangan hadir Abidin Fikri dan Ida Nuraini.

Sementara itu, dari kalangan internal Partai tingkat DPC, selain Ketua beserta pengurus DPC PDI-P Kabupaten Kebumen, para Ketua, Sekretaris dan beberapa pengurus DPC Partai Purworedjo, Magelang, Wonosobo, Kulon Progo, dan Banjar Negara, serta para pengurus Partai tingkat Ranting dan Anak Ranting turut menghadiri panen raya perdana padi MSP di Kabupaten Kebumen itu. Selain itu, kelompok-kelompok tani di Kabupaten Kebumen dan kabupaten-kabupaten lain dalam lingkup kerasidenan di wilayah tersebut juga akan menghadiri panen raya tersebut.

Panen raya perdana di Kabupaten Kebumen ini makin mempertegas jati diri PDI-P sebagai satu-satunya Partai politik di Indonesia selalu berpihak kepada wong cilik, memiliki kepedulian kongkret terhadap peningkatan taraf hidup kaum tani. Termasuk para buruh tani di Nusantara, serta upaya kongkret PDI-P untuk mewujudkan ketahanan pangan Indonesia.

PDI-P sebagai partai politik tidak hanya mengurusi persoalan politik makro, tapi juga mengakualisasikan ideologi maupun visi politiknya melalui program ataupun kegiatan-kegiatan yang langsung menyentuh kebutuhan wong cilik.

Hingga saat ini pun PDI-P terus menggalakkan penggunaan padi MSP kepada seluruh masyarakat tani di hampir seluruh wilayah Indonesia melalui kelompok-kelompok tani yang menjadi binaan PDI-P.

Pada konteks yang lebih spesifik, panen padi MSP di Kabupaten Kebumen ini juga menegaskan bahwa pasangan Bibit-Rustri sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah yang diusung PDI Perjuangan dalam pilgub Jateng bulan Juni mendatang merupakan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang pro kepada kehidupan masyarakat tani sebagai mayoritas masyarakat di Indonesia, dan memiliki kepedulian terhadap wong cilik pada umumnya.

Panen raya perdana padi MSP kali ini merupakan panen raya yang pertama kalinya di Kabupaten Kebumen sekaligus merupakan panan raya padi MSP yang kesebelas kalinya di Jawa Tengah. Panen raya padi MSP yang sudah dilakukan di berbagai wilayah di berbagai propinsi seperti di beberapa daerah di Sumut, Jabar, Lampung, dan beberapa propinsi lainnya di seluruh Indonesia menunjukkan padi kering hasil panen padi MSP rata-rata di atas 12 ton per hektar lahan tanam. (Wid)

Cagub-Cawagub Jateng dari PDIP Panen Padi di Brebes

JAKARTA- Setelah program "Mari Sejahterakan Petani" melalui bibit padi unggul MSP dicanangkan oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Cariu, Bogor yang ditandai dengan panen perdana padi MSP pada 18 Desember tahun lalu, dan diikuti dengan panen padi MSP di beberapa tempat di wilayah Sumatera-Jawa, pada hari ini, Sabtu, 22 Maret 2008, pukul 10.00 WIB-selesai.

Kelompok tani "Berkah Tani" Brebes akan melakukan panen padi MSP di lahan seluas 5 hektar, di Desa Glonggong, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.

Selain untuk lebih menggalakkan penanaman varietas unggul padi MSP di kalangan petani Indonesia, panen padi MSP ini juga merupakan salah satu bentuk kegiatan sosialisasi Bibit Waluyo dan Sri Rustriningsih sebagai paket pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah yang diusung PDI Perjuangan.

Panen padi MSP hari itu, selain akan dihadiri oleh beberapa pengurus DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah seperti Nuniek Sri dan Koordinator Wilayah Brebes dari DPD Partai, seluruh pengurus DPC Brebes, juga akan dihadiri oleh Ketua DPP bidang Usaha Kecil dan Koperasi Mindo Sianipar yang didampingi beberapa orang anggota tim monitoring padi MSP dari DPP Partai.

Selain itu, panen juga akan dihadiri oleh kelompok-kelompok tani binaan PDI Perjuangan di wilayah Brebes dan sekitarnya, Pengda-pengda terkait bidang pertanian dan perkebunan Kabupaten Brebes, masyarakat sekitar akan menghadiri acara panen MSP pertama di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah tersebut.

Sebagai Partai yang bertekad mengembalikan kembali kedaulatan dan swa sembada pangan Indonesia, PDI Perjuangan selalu menekankan kepada para kader yang diusungnya sebagai calon Kepala Daerah untuk selalu mengedepankan upaya-upaya peningkatan kesejahteraan kaum tani Indonesia dan mewujudkan ketahanan pangan Nasional tersebut melalui daerah ataupun wilayah yang dipimpunnya jika kelak terpilih sebagai Kepala Daerah, baik itu di tingkat Provinsi maupun Kabupaten.

PDI Perjuangan yakin varietas benih padi unggul MSP memiliki peran yang sangat besar dalam menyelamatkan bangsa ini dari dari keterpurukan bahan makanan, mewujudkan swasembada beras, serta memperbaiki nasib para petani. Keyakinan tersebut juga pernah disampaikan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) Partai HM Taufiq Kiemas dalam pidatonya saat menutup pendidikan dan pelatihan Ketua Kelompok Tani angkatan ke-7, di kantor sekretariat DPP Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (13/3).

Menurut Ketua Deperpu, apa yang dilakukan PDI Perjuangan dengan varietas padi MSP ini merupakan suatu investasi jangka panjang untuk beberapa generasi ke depan. "Apa yang kita lakukan dengan padi MSP adalah untuk hari depan bangsa dan anak cucu kita. Karena jika padi MSP ditanam di seluruh Indonesia, kita berani katakan kita sudah Swasembada Beras atau SSB. Itu artinya, kita telah membuktikan melakukan perubahan," tandasnya.

Varietas padi unggul MSP akan menjadi andalan bagi para petani Indonesia, sekaligus menjadi sumber penunjang ketahanan pangan Indonesia di masa mendatang. Hal tersebut disampaikan Ir. Mindo Sianipar saat panen padi MSP, Minggu (2/3), di Cariu, Bogor. "Dengan demikian MSP akan menunjang ketahanan pangan masyarakat kita," ujar Mindo Sianipar, Ketua DPP bidang Usaha Kecil dan Koperasi.

Keyakinan tersebut tentu merupakan keyakinan yang memiliki alasan sangat kuat mengingat padi MSP, padi yang ditemukan dan dikembangkan oleh Surono Danu, seorang petani kelahiran Cirebon 57 tahun lalu ini merupakan varietas padi paling unggul di antara varietas padi unggulan lain yang banyak digunakan petani Indonesia saat ini. Padi MSP sendiri mampu menghasilkan beras sebesar 14 ton per hektar lahan. Dan, satu malay bibit padi MSP ini mampu menghasilkan sekitar 300 butir padi dengan masa tanam yang relatif lebih singkat dari varietas padi lainnya, yaitu 105 hari.

Sumber: okezone.com

Megawati Berkampanye dengan Panen Padi di Garut


GARUT, TRIBUN - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri akan berkampanye sekaligus panen raya padi MSP di Desa Sukagalih, Garut, Jawa Barat, Senin (23/3).

Kampanye kali ini dalam rangkaian kampanye terbuka Pemilihan Umum Legsilatif 2009. Megawati selanjutnya akan ke lapangan di Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, untuk berkampanye.

Saat ini, Megawati sedang dalam perjalanan menuju Garut. Kampanye dan panen padi di Garut dijadwalkan pukul 11.00. (Kompas.com/Dewi Indriastuti)/Senin, 23 Maret 2009 | 10:48 WIB