Rabu, 16 Desember 2009

Fatwa MUI Dinilai Potensial Munculkan Konflik

Jakarta -- Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang mengharamkan pluralisme, liberalisme, dan sekularisme terus menuai kritik. Bahkan muncul permintaan agar MUI memikirkan kembali fatwa haram tersebut. "Fatwa itu berpotensi menyulut konflik," kata Rektor Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra di Jakarta kemarin.

Konflik, kata Azra, bukan hanya antarumat beragama, tapi juga intraagama. "Dalam hal ini adalah Islam," tuturnya. Hal senada diungkapkan praktisi hukum Todung Mulya Lubis. "Saya cemas fatwa tersebut bisa memicu disintegrasi," kata Todung. Apalagi fatwa itu juga menimbulkan kerancuan hukum dalam masyarakat.

Menurut Azra, fatwa MUI itu tidak sesuai dengan prinsip Islam, yakni toleransi. Fatwa itu juga tidak sesuai dengan tiga prinsip dakwah, yakni diseru dengan hikmah, pengajaran yang baik, dan dialog. "Ketiga prinsip dakwah ini tidak dijalankan MUI," kata dia.

Tentang fatwa haramnya doa bersama juga mendapat tanggapan dari Kaukus Muda PDI Perjuangan. "Fatwa itu tidak mengikat, hanya saran," kata Ketua Kaukus Abidin Fikri. Namun, jika ada pihak yang memanfaatkan fatwa itu untuk membubarkan acara doa bersama, "Kami siap melakukan perlawanan hukum," katanya.

Ketua PB NU Farid Masdar Mas'udi menyarankan, MUI mau memikirkan kembali fatwa haram untuk pluralisme, sekularisme, dan liberalisme. "Fatwa itu terasa melampaui yurisdiksi dan tidak lazim," katanya. Masdar khawatir fatwa ini bisa dimanfaatkan oleh mereka yang ketagihan melakukan kekerasan atas nama agama.

Ketua MUI Amidhan menegaskan bahwa pihaknya tidak mungkin mencabut 11 fatwa yang dihasilkan munas sepekan lalu. "Mau dicabut bagaimana, munasnya sudah bubar," kata dia. Menurut dia, fatwa MUI hanya saran kepada umat Islam. Jika ada pihak lain ikut menyayangkan, Amidhan justru balik bertanya, "Urusannya apa?"

Sumber: Koran Tempo/02 Aug 2005, RADEN RACHMADI | OKTAMANJAYA WIGUNA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar