Senin, 14 Desember 2009

Wiranto -Amien Tolak Rekap * KPU: Penghitungan Jalan Terus


JAKARTA-Rekapitulasi penghitungan suara manual yang direncanakan berlangsung tiga hari, Sabtu kemarin dimulai dalam sebuah rapat pleno yang dihadiri banyak pihak.

Namun saksi dari pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid dan Amien Rais-Siswono Yudo Husodo menolak menandatangani hasil rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan KPU di Balai Sidang Senayan Jakarta tersebut.

Alasannya, mereka banyak menemukan kejanggalan dan penyimpangan dalam rekapitulasi penghitungan, seperti penggelembungan dan penghilangan suara.

Hari pertama rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara (penghitungan suara manual) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004 putaran pertama dimulai Sabtu pukul 10.00 WIB. Sampai pukul 18.00, tercatat rekapitulasi baru dilakukan terhadap 10 provinsi yakni Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Bengkulu, Banten, dan DKI Jakarta.

Berbeda dari informasi yang disebutkan sebelumnya, rekapitulasi hasil penghitungan suara ternyata akan berlangsung tiga hari berturut-turut, yaitu 24, 25, dan 26 Juli. Hadir dalam kesempatan tersebut perwakilan Menteri Dalam Negeri, pimpinan Komisi II DPR-RI, Panwas, pemantau pemilu (dalam dan luar negeri), kedutaan besar negara sahabat, serta pers.

Rekapitulasi dilaksanakan di tiga lokasi berbeda. Pada hari pertama kemarin dilangsungkan di Jakarta Balai Sidang Senayan. Selanjutnya, hari kedua, Minggu, dilangsungkan di Ballroom Hotel Hilton, dan terakhir Senin besok akan digelar di ruang Libra .

Menurut rencana, pada Senin pukul 10.00 WIB besok, KPU akan menetapkan hasil pemilu presiden putaran pertama. Rapat pleno dipimpin Ketua KPU Prof Nazaruddin Sjamsuddin dan Wakil Ketua Prof Ramlan Surbakti.

SK KPU

Koordinator Tim Sukses Wiranto-Salahuddin Wahid, Berliana Kartakusumah mengungkapkan, penerbitan SK KPU No 151 tanggal 5 Juli 2004 tentang pengesahan suara yang salah coblos menjadi pemicu munculnya kejanggalan.

Karena itu, kubu Wiranto-Wahid meminta agar KPU menghitung ulang suara karena dinilai banyak kecacatan. Selain itu Tim Wiranto-Wahid meminta pengertian KPU agar tidak menandatangani berita acara penghitungan suara sambil menunggu fatwa Mahkamah Agung tentang keabsahan SK KPU No 151/2004.

Menurut Berliana, konsekuensi logis tidak menandatangani pengesahan surat suara memang mengharuskan KPU menghitung ulang.

"Jika itu dilakukan, berarti KPU menanggapi judicial review yang kami ajukan. Namun, kalau tidak, kami akan menunggu fatwa dari MA. Bila Mahkamah Agung memfatwakan surat edaran itu tidak sah, otomatis penghitungan suara diulang," papar dia.

Lebih lanjut Berliana mengungkapkan, dirinya hanya menyampaikan amanat dari Tim Kampanye Wiranto-Wahid agar menyampaikan pernyataan penolakan tersebut. Pernyataan tertulis itu ditandatangani Ketua Tim Kampanye Wiranto-Wahid, Slamet Effendy Yusuf dan Sekretaris Rully Chairul Azwar.

Meskipun menolak menandatangani, saksi dari pasangan Wiranto-Wahid tetap mengikuti rapat pleno penghitungan itu hingga selesai.

Dia menambahkan, penolakan itu juga merupakan wujud akumulasi dari berbagai kecurangan. Pihaknya telah menemukan setidaknya 15 kategori kecurangan dalam pemilihan presiden putaran pertama.

"Kami mau meminta klarifikasi KPU tentang kejanggalan-kejanggalan yang terjadi. Kami tidak bermaksud menghalang-halangi proses. Kami ingin pemilu berjalan sesuai degan ketentuan yang berlaku."

Berliana dalam kesempatan itu didampingi Jazilus Fawahid, sedangkan pasangan Megawati-Hasyim mengutus Pataniari Siahaan dan Abidin Fikri serta Arif Wibowo. Kubu Amien-Siswono mengutus Bambang Sudibyo dan Sayuti Asyathri, sedangkan Yudhoyono-Kalla mengirim Zacharias Omawelesi dan Hamzah-Agum mengirim Chozin Chumaidy.

Adapun koordinator saksi dari Tim Amien-Siswono, Mohamad Hafidz mengatakan, timnya menolak menandatangani karena menemukan banyak kejanggalan yang tidak bisa ditoleransi. Dia menyebutkan, di beberapa provinsi banyak ketidakbenaran yang berarti penghitungan nasional dinyatakan cacat. Namun, dia menolak mengatakan bahwa kejanggalan itu memengaruhi posisi Amien. "Tim hanya menginginkan pemilu berlangsung jujur dan adil. Idealnya, penghitungan ulang dilakukan,"ujarnya.

Ketika kepada Mohammad Hafidz ditanyakan tentang pendapat Amien Rais dalam keterangan sebelumnya yang mengatakan bahwa penghitungan ulang mustahil dilakukan, dia mengaku Amien Rais belum mengetahui kondisi sebenarnya. "Pak Amien Rais baru pulang dari umrah, hanya tahu sedikit. Namun, setelah kami laporkan, Pak Amien mengatakan silakan lanjutkan," papar Hafidz.

Adapun tentang banyak anggota KPU menyatakan bahwa saksi dari setiap tim di tingkat daerah sudah menandatangani penghitungan, Hafidz menyayangkan hal itu. "Saksi kami di lapangan terlalu cepat menandatangani. Mereka sudah patah semangat dan tidak ngotot lagi. Ini implikasi dari hasil penghitungan melalui teknologi informasi yang melemahkan semangat mereka. Sangat aneh ketika sampai di tingkat provinsi, justru angka-angka tersebut menjadi sinkron. Kalau data di bawah tidak sinkron seharusnya data di atasnya juga tidak sinkron. Ini menunjukkan hasil rekapitulasi provinsi yang disampaikan di rapat pleno bermasalah," jelasnya.

Dari data hingga pukul 19.00 WIB, suara yang telah dihitung secara manual mencapai 73 juta suara dengan yang tidak sah 180.000 suara. Dalam hasil sementara itu, pasangan SBY-Jusuf Kalla tetap unggul dengan jumlah suara 24 juta, Megawati-Hasyim Muzadi 20 juta, Wiranto-Wahid 15 juta, Amien Rais-Siswono 9 juta, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar 2 juta suara.

Tetap Sah

Menanggapi penolakan saksi dari kedua pasangan itu, anggota KPU Mulyana W Kusumah mengaku tidak mempermasalahkannya. Menurut dia, penghitungan suara tetap sah meskipun saksi di tingkat pusat tidak menandatangani.

"Dalam penghitungan di tingkat provinsi semua saksi dari tiap-tiap pasangan sudah menandatangani. Karena itu, legalitas penghitungan tetap ada. Logikanya, di tingkat provinsi dan kabupaten sudah menerima, seharusnya di tingkat pusat juga begitu," paparnya.

Terkait dengan keinginan Tim Wiranto-Wahid agar KPU menunggu judicial review surat edaran yang mereka ajukan, Mulyana berpendapat, judicial review tidak memengaruhi legalitas rekapitulasi penghitungan suara. "Jadi kami tetap meneruskan rekapitulasi penghitungan." (bn-e)

Sumber: Suara Merdeka, 25 Juli 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar