Rabu, 16 Desember 2009

SBY Resmi Presiden 2004-2009 * Tim Mega-Hasyim Akan Ajukan Gugatan


JAKARTA - Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono- Jusuf Kalla secara resmi ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden 2004-2009 oleh KPU. Capres-cawapres yang diusung oleh Partai Demokrat, PKPI, dan PBB ini menang mutlak dalam pemilu presiden putaran kedua atas pasangan dari PDI-P, Megawati- Hasyim Muzadi.

Pengumuman tersebut disambut suka cita oleh kubu SBY-Kalla. Sementara kubu Mega-Hasyim melalui saksinya belum bersedia menandatangani hasil penghitungan suara. Bahkan, mereka berencana mengajukan gugatan atas hasil pilpres tersebut ke Mahkamah Konstitusi.

Dalam SK KPU No 98/SK/2004 yang dibacakan oleh Wasekjen KPU Susongko Suhardjo pada acara pengumuman Rekapitulasi Suara Manual Pilpres Putaran Kedua di Hotel Borobudur Jakarta, kemarin, Yudhoyono-Kalla meraih suara 69.256.350, sementara Mega-Hasyim 44.996.704 suara.

Rapat pleno digelar sejak pukul 10.00 WIB dan dipimpin Ketua Pokja Penghitungan Suara Manual Rusadi Kantraprawira. Rapat dihadiri Ketua KPU Nazaruddin Syamsuddin, Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti, dan anggota KPU Mulaya W Kusumah, Anas Urbaningrum, Hamid Awaluddin, Chusnul Mar'iyah, dan Daan Dimara, serta perwakilan dari KPU provinsi. Juga hadir tim saksi dari kedua pasangan calon, Wakil Ketua Panwas Pemilu Saut Sirait dan anggota Panwas Pemilu Mashudi Ridwan.

''Yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden,'' kata Susongko saat membacakan surat keputusan itu.

Selanjutnya Yudhoyono-Kalla akan diambil sumpahnya dan dilantik oleh MPR saat masa jabatan presiden lama telah habis, yaitu 20 Oktober nanti.

Lebih lanjut dia mengatakan, berdasarkan data dari seluruh KPU daerah dalam pilpres pada 20 September lalu, jumlah total suara yang masuk mencapai 116.662.705 dengan jumlah suara sah 114.257.054 dan tidak sah 2.405.651 suara. Sedangkan jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya 31.583.483 orang.

Ketua KPU Nazaruddin Syamsuddin menyimpulkan, partisipasi rakyat untuk ikut dalam pilpres termasuk tinggi. Pelaksanaan pilpres pun lancar dan kedua kubu capres berkompetisi dengan sangat sehat. Hal itu terlihat dengan tidak banyak pelanggaran dan kesiapan pilpres lebih baik dibandingkan dengan dua pemilu lalu.

''Saya berterima kasih pada peserta yang ikut dalam tiga kali pemilu ini, sehingga pemilu bisa aman dan lancar.''

Dia menyebutkan, hasil pilpres ini akan dilaporkan kepada presiden dan MPR, termasuk para peserta pilpres putaran kedua.

Nazaruddin mengakui, terjadi ketidakcocokan antara hitungan secara manual dan informasi teknologi (IT). Tetapi secara persentase kedua hasil penghitungan itu sangat kecil perbedaannya. Berdasarkan hasil penghitungan secara IT, Mega-Hasyim memperoleh suara sekitar 39,12 persen, sementara penghitungan manual 39,38 persen. Sedangkan Yudhoyono-Kalla meraih suara 60,88 persen secara IT dan 60,62 persen secara penghitungan manual.

''Hal ini wajar, karena tidak semua TPS terjangkau oleh KPU sehingga laporan yang masuk tidak semuanya. Dalam hitungan IT, jumlah TPS yang tercatat 540.000 atau 94 persen, sedangkan hasil hitungan manual jumlah TPS yang masuk mencapai 546.000 atau 100 persen,'' ungkapnya.

Tidak Mau Tanda Tangan

Namun, dalam acara rekapitulasi tersebut, saksi dari Mega-Hasyim yang diwakili Abidin Fikri dan Arif Wibowo menolak menandatangani berita acara rekapitulasi penghitungan suara untuk Provinsi Jawa Barat. Selain itu, 11 provinsi juga diberi catatan oleh saksi Mega-Hasyim karena dinilai terjadi kejanggalan.

Kesebelas provinsi itu, Jatim, Sultra, Kepri, Kaltim, Sumut, Sulteng, Sultra, DKI Jakarta, Sumsel, DI Yogyakarta, dan Lampung. Saksi dari Mega-Hasyim mempersoalkan kejanggalan penambahan pemilih di sejumlah TPS yang seharusnya tidak lebih dari 300 orang.

''Ada penggelembungan pemilih di 17 TPS di Desa Nagrak, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Malahan khusus di TPS 05 di dekat kediaman capres Yudhoyono, terjadi penambahan jumlah pemilih sampai 51 orang. Karena itu, dengan sangat terpaksa kami menolak tanda tangan untuk Jawa Barat,'' ujar Arif, saksi dari Mega-Hasyim.

Dia menambahkan, selain di Bogor kejadian penggelembungan pemilih juga didapati kubunya di daerah Cimahi, Banjar, dan Cianjur.

''Terus terang kami keberatan karena sesuai dengan undang-undang pun jumlah pemilih itu sekitar 300 orang ditambah 2,5 persen tambahan. Tapi yang terjadi tidak demikian.''

Atas protes itu, anggota KPU Jawa Barat Radhar Baskoro mengatakan, jumlah pemilih yang melewati kuota di 17 TPS disebabkan oleh adanya satu TPS yang tidak memiliki anggaran, sehingga para pemilih pun disebar ke TPS yang lain.

''Kalau penggelembungan pemilih di TPS dekat kediaman Yudhoyono, karena ada tambahan pemilih yang berasal dari petugas keamanan (satgas) dan para wartawan yang meliput di sana,'' imbuh Radhar.

Meskipun demikian, Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti menjelaskan, tidak ada masalah jika saksi tidak mau tanda tangan. Sebab, UU No 23/2003 tentang Pilpres dinyatakan penetapan hasil pilpres bisa dilakukan, meski tidak ada tanda tangan saksi.

''Silakan saja mereka bisa mengajukan keberatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Catatan yang dibuat oleh saksi Mega-Hasyim dapat menjadi bagian dari gugatan yang akan diajukan,'' katanya.

Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menyarankan Megawati untuk secepatnya memberikan pernyataan apakah menerima atau tidak hasil pemilu presiden putaran kedua, supaya masyarakat mendapat kepastian.

"Saya telah memberikan saran kepada Ibu Mega untuk secepatnya membuat pernyataan supaya masyarakat ada kepastian," kata Jimly.

Pernyataan Mega selaku kandidat dalam pilpres, menurut Jimly, penting untuk pendidikan politik.

Pertemuannya dengan Mega, kata Jimly, untuk mengetahui sikapnya terhadap hasil penghitungan suara. Namun Jimly tidak menjelaskan sikap Mega, sebab hal itu akan diumumkan oleh cawapres dari PDI-P itu.

"Tentu beliaulah yang akan mengumumkan sendiri. Nanti membuat statemen apakah penetapan hasil pemilu diterima atau tak diterima. Karena ini masih menyisakan masalah yang bermuara pada perselisihan mengenai penghitungan suara," ujar Jimly.

Sementara itu, SBY yang diharapkan akan memberikan pernyataan politik, ternyata tidak bersedia. Ditemui wartawan di kediamannya di Puri Cikeas Indah, Gunung Putri, Bogor dia hanya mengajak wartawan untuk mengobrol.

Menurut orang kepercayaannya, M Lutfi, SBY tidak akan memberikan pernyataan menyambut kemenangannya.

Saat ditanya apa alasannya, Lutfi mengatakan bahwa SBY menunggu pernyataan dari pihak Megawati terlebih dahulu. Bila sudah ada pernyataan Megawati, besar kemungkinan SBY akan memberikan pernyataan juga.

''Atau mungkin besok (hari ini-red) setelah menghadiri upacara HUT TNI, Pak SBY akan memberikan pernyataannya,'' kata Lutfi.

SBY yang memakai baju batik berwarna biru keungu-unguan hanya bersedia menjawab pertanyaan wartawan yang ringan-ringan. Misalnya ketika ditanya soal perasaannya, dia menjawab, ''Alhamdulillah saya sangat bersyukur.''

Kemudian wartawan bertanya soal konsiliasi, dan SBY hanya menjawab kalau dirinya akan mengajak seluruh rakyat bersatu padu untuk menyelesaikan segala kekurangan yang ada. (bn,F4-33t)
Sumber: Suara Merdeka
Selasa, 05 Oktober 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar